Keluarga Quan Yin

 


Kepolosan Hati dari Suatu Jiwa yang Murni

Oleh Tunglestra (Asal dalam bahasa Inggris)

Percakapan ini terjadi antara seorang anak lelaki yang sekarang telah berusia 16 tahun dan seorang ibu. Anak ini telah menjadi vegetarian sejak lahir.

Ketika anak ini berusia 5 tahun, pada saat ia berada di sebuah supermarket, ibunya bertanya, “Bagaimana kamu bisa tahu yang mana vegetarian dan mana yang bukan?” Anak itu menjawab, “Ini tergantung apakah mereka memiliki mata, hidung, dan mulut. Apakah ibu melihat mata pada sayuran?”

Ketika anak itu berusia 10 tahun, ibunya bertanya, “Mengapa kamu tidak mau makan daging hidup?” Anak tersebut memegang tangan ibunya dengan kuat dan secara polos mengatakan, ”Bu, apakah ibu mengasihi saya?” ”Tentu saja,” jawab ibunya. Anak itu melanjutkan, ”Bagaimana kalau ada orang yang ingin menggigit saya? Apa yang akan ibu lakukan?” Ibunya berkata, “Saya tidak akan mengizinkan mereka melakukan itu.”

Kemudian, ibunya yang masih penasaran itu bertanya, ”Lalu, mengapa kamu tidak dapat makan daging yang telah mati?” Anak yang terlihat sangat tampan dengan wajahnya yang bersih itu berkata, ”Bu, apakah ibu masih mengasihi saya?” ”Tentu saja,” jawab ibunya. ”Apa yang terjadi jika saya mati dan ibu menguburkan tubuh saya lalu seseorang menggalinya dan memakannya, apa yang akan ibu lakukan?” tanya anak tersebut. ”Saya akan berkelahi dengan mereka,” jawab ibunya.

Pada usia 16 tahun, anak itu telah tumbuh dewasa menjadi kuat, tinggi, berperawakan, pintar, serta tetap bervegetarian. Dia ingin menjadi pengacara, setelah melalui banyak diskusi, anak itu berkata, “Menurut hukum alam semesta, jika ada kehidupan, hukum yang berlaku di antara makhluk-makhluk hidup, termasuk para satwa adalah sama. Namun tetap saja, kita sebagai manusia terlalu egois; kita hanya tunduk pada hukum kita sendiri dan mengabaikan hukum alam semesta – hukum Kemanunggalan, hukum kesatuan.”

Sang ibu bertanya: “Bagaimana kamu membedakan orang dan bagaimana kamu tahu bahwa mereka memiliki pandangan yang terbuka?” Anak itu berkata, “Hati seseorang itu bagaikan pintu. Beberapa di antaranya memiliki pintu ayun, mudah masuk dan mudah keluar. Beberapa pintu memiliki kunci dan mereka butuh anak kunci yang tepat untuk bisa masuk. Beberapa pintu memiliki anak kunci, tetapi kuncinya berlari berkeliling sepanjang waktu. Anak kunci itu harus mengejar sang kunci. Beberapa pintu memiliki mulut yang besar di atasnya. Ketika seseorang mendekati pintu tersebut, mulut itu akan menyerang. Beberapa pintu tidak memiliki kunci, tidak memiliki anak kunci, tapi pada waktu yang tepat, baik kunci maupun anak kunci muncul bersamaan.”