Catatan Perjalanan Utusan Quan Yin

 

Mata Air di Gurun Pasir

 

Oleh Utusan Quan Yin (Asal dalam bahasa Inggris)

Pada waktu musim panas Tahun Emas 4 (2007), saya khusus mengunjungi propinsi Rajasthan di sebelah barat laut India. Seperti kebanyakan negara lain, negara ini terkenal sebagai negeri rohani yang penuh mukjizat, sebagian besar penduduknya bervegetarian dan banyak desa-desa kecil yang seluruh penduduknya vegetarian.

Pada tahun 2003, pada waktu terjadi kelaparan hebat, banyak penduduk setempat yang datang langsung berhubungan dengan kasih Guru yang tak terbatas (lihat Majalah #144 pada bagian Liputan Media “Mobil Truk Membawa Bantuan Tepat Waktu kepada Para Korban Kekeringan.” Selama pekerjaan bantuan, beberapa orang pekerja bantuan meminta inisiasi dan sejak itu mereka sangat aktif menyebarkan ajaran dharma kita yang berharga.

Salah seorang dari saudara yang berada di Phalodi bekerja sebagai seorang guru, petani, dan pekerja sosial, dan cerita ini berasal dari daerahnya. Bagian dunia ini seperti gurun pasir Sahara; pada waktu musim panas suhunya bisa melampaui 50 derajat Celsius (122 derajat Fahrenheit), dan sering di bawah nol pada saat malam musim dingin. Daerah itu sedikit ditumbuhi pohon dan kekurangan air. Kebanyakan dari kita mungkin akan menganggapnya sebagai neraka, tetapi penampilan dapat menipu.

Ada sebuah film berjudul “Lost Horizon/Kehilangan Masa Depan” yang sering Guru ceritakan, berdasarkan mistik “Shangri-la,” dan sebagian dari film ini terdapat beberapa lagu yang mudah diingat. Film ini menceritakan sebuah kehidupan yang idealistik yang jauh dari kehidupan yang modern serta penuh dengan kebaikan hati, perhatian terhadap orang lain, kesederhanaan, keselarasan dengan alam, dan kecukupan dalam segala kebutuhan, dengan kata lain, Surga di bumi.  Di Shangri-la orang-orang hidup dengan sehat sepanjang hidupnya, terhindar dari sakit, hutang, dan tekanan emosional. Desa yang saya kunjungi hampir sama dengan itu.

Di salah satu desa, ada anggota masyarakat yang membangun sebuah sekolah untuk anak-anak, demi menjanjikan sebuah masa depan yang lebih cemerlang bagi semua, dimana beberapa orang guru termasuk kepala sekolah telah diinisiasi. Anak-anak dan para guru setidaknya harus berjalan sejauh 5 km ke sekolah di bawah terik matahari, akan tetapi ada satu hal yang mengagumkan dari para penduduk ini – mereka selalu puas. Yang saya lihat mereka sama sekali tidak merasakan kekerasan hidup, dan tentunya tidak ingin pindah ke tempat yang lebih sejuk! Karena kebutuhan mereka sedikit, maka semua kebutuhan mereka terpenuhi. Desa ini  telah menjadi vegetarian selama ratusan tahun, kebudayaan dan kepercayaan mereka berdasarkan pada kasih, saling menghormati, dan berbagi. Bagaimanapun juga tradisi dan hidup ramah tamah masih berperan penting dalam kehidupan. Pemakaian listrik di desa itu juga sangat hemat. Radio dan Televisi  hampir tidak ada dan kontaminasi dengan dunia modern sangat terbatas.

Sapi dan kambing dipelihara untuk susu dan domba untuk kain wol, tetapi  bukan untuk dijadikan perusahaan susu. Semua hewan dapat makan rumput dengan bebas tanpa diawasi sekitar bermil-mil, tanpa dipagar. Para induk dan anak mereka tidak terpisah. Sebenarnya, mereka terlihat sungguh menikmati hidup, di siang hari beristirahat di tempat yang teduh dan sangat senang berjalan di sekitarnya tanpa takut terhadap manusia dan hasrat untuk disantap. Mereka bahkan tahu kapan waktu pemerahan lalu kembali ke desa. Tidak ada hewan yang dibunuh atau dijual sebagai makanan; mereka hidup menurut kehendak Tuhan dengan pengawasan  populasi alami melalui cuaca. Hasil panen musiman juga tumbuh dengan menggunakan air bor bawah tanah yang sering kering dan disimpan untuk musim dingin. Sebagian besar dari makanan mereka berasal dari tanaman sendiri. Kelebihan hasil panen dijual dan uang dipakai untuk tambahan kebutuhan mereka.

Tiap masyarakat memiliki sebuah rumah tamu yang terbuat dari lumpur/jerami/pupuk kandang dengan atap jerami. Rumah mereka hanya memakai bahan yang tersedia di tempat sekitarnya. Tujuannya adalah menawarkan sebuah tempat peristirahatan bagi siapapun yang tentunya kebetulan sedang melewati daerah itu, seperti pengembara atau orang asing, tanpa biaya. Mereka juga diberikan air, sebuah tempat untuk tidur, dan kalau perlu, makanan. Sebenarnya rumah utama tidak menyediakan  kamar, sebaliknya, jika mendesak maka anggota keluarga dapat tidur di manapun. Sebagaimana yang kita ketahui, tidak ada yang namanya kepemilikan dan barang milik; semua berdasarkan sebuah konsep yang jauh lebih mulia: berbagi hak milik.

Dengan kesehatan yang terjamin, setiap orang yang berada di desa itu sangat terberkahi. Seorang laki-laki tua bernama Baba datang menyambut kami; ia berumur 85 tahun dan sehat walafiat. Ia baru saja selesai berladang dengan tangannya, dan dapat duduk dengan gesit seperti seorang anak remaja. Laki-laki yang lain juga terlihat bertenaga, muda, dan sangat ceria. Di malam hari, gurun pasir mempunyai sebuah cerita roman Arab, yaitu ada suatu obat yang mujarab untuk segala macam penyakit, wangi harum di udara, kesunyian, dan ketenangan. Semua ini adalah suasana yang sangat diharapkan oleh para inisiat yang tinggal di kota. Tidak heran jika keduanya, Guru dan Yesus menghabiskan banyak waktu untuk retret di gurun pasir.

Orang-orang bersahaja ini adalah perwujudan hidup dari ajaran Guru, muka gelap mereka bersinar terang dengan senyuman yang menyala menyebar ke seluruh alam semesta. Integritas dan martabat mereka adalah suatu cita-cita yang hanya dapat dicapai dengan apa yang dinamakan dunia beradab. Dengan menjaga hidup sederhana dan murni, Tuhan menganugerahkan jiwa-jiwa mulia ini dengan suatu rahasia untuk hidup bahagia. Rahasia sama yang telah guru bagikan kepada kita selama bertahun-tahun jika kita mau mendengarkannya!